Abu
ubaid bernama lengkap Al-Qosim bin sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi
Al-Hazadi Al-Baghdadi. Ia lahir pada tahun 150 H di kota Harrah Khurasan, sebelah
barat laut Afganistan.
Beliau
pertama kali belajar di kota asalnya, lalu pada usia 20-an pergi ke Kufah,
Basrah, dan Bagdad untuk belajar tata bahasa arab, qira’ah, tafsir, hadis, dan
fikih. Pada tahun 192 H, Tsabit Ibn Nasr Ibn Malik ( Gubernur Thugur ) dimasa
pemerintahan Kholifah Harun Al-Rasid, mengangkat Abu Ubaid menjadi qodi
(hakim). Beliau juga merupakan seorang ahli Hadits dan ahli Fuqoha yang
terkemuka dimasa hidupnya. Beliau wafat dimakkah pada tahun 224 H.
Hasil
karyanya ada sekitar 20, baik dalam bidang ilmu nahwu, qira’ah, fiqih, syair.
Yang tersebar dan terkenal adalah kitab al-amwal yang merupakan suatu karya
yang lengkap tentang permasalahan keuangan negara dalam islam. Buku ini sangat
kaya dengan sejarah perekonomian dari paruh pertama abad kedua hijriyah.
Maka
dapat disimpulkan kitab AL-Munair secara khusus menfokuskan perhatiannya pada
masalah keuangan publik (public finance) serta membahas permasalahan
administrasi permintaan.
Berdasarkan
hal tersebut, Abu Ubaid berhasil menjadi salah seorang cendekiawan muslim
terkemuka pada awal abad 3 H. Yang menetepkan revitalisasi perekonomian
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
B.
Pemikiran Ekonomi Abu Ubaid
1. Filosof Hukum dari Sisi Ekonomi
Jika
isi kitab Al-munawir dievaluasi dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu
Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama yang akan membawa kepada
kesejahteraan konomi dan keselarasan sosial. Disisi lain Abu Ubaid juga
menekankan bahwa perbendaharaan negara tidak boleh disalah gunakan atau
dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan pribadi.
Kaum
muslim juga dilarang untuk menarik pajak terhadap tanah penduduk non-muslim
melebihi dari pada apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian. Dengan
kata lain Abu Ubaid berupaya untuk menghentikan terjadinya diskriminasi atau
penindasan dalam perpajakan. Namun demikian, baginya keberagaman tersebut hanya
sah apabila aturan atau hukum tersebut diputuskan melalui suatu ijtihat.
a. Dikotami Badui – Urban
Dalam
dokotami badui urban Abu ubaid menegaskan bahwa, pendapatnya bertentangan
dengan kaum badui, kaum urban:
1. Ikut serta dalam keberlangsungan negara
dengan berbagai kewajiban administratif dari semua kaum muslimin.
2. Memelihara dan memperkuat pertahan sipil
melalui mobilisasi jiwa dan harta mereka.
3. Menggalangkan pendidikan melalui proses
belajar-mengajar Al-Qur’an dan Sunnah serta penyebaran keunggulannya.
4. Memberikan kontribusi terhadap keselarasan
sosial melalui pembelajaran dan penerapan hudud.
5. Memberikan contoh universalisme islam
dengan shalat berjamaah.
b. Kepemimpinan dalam konteks kebijakan
perbaikan pertaniaan
Abu
Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik karna
pendekatan terhadap kepemilikan tersebut sudah sangat dikenaldan dibahas secara
luas oleh banyak ulama. Sesuatu yang baru dalam hubungan antara kepemilikan
dengan kebijakan perbaikan pertanian ditemukan oleh Abu Ubaid secara implisit.
Menurutnya, kebijakan pemerintahan seperti itu terhadap tanah gurun dan
deklarasi resmi terhadap kepemilikan individudari tanah tandus atau tanah yang
sedang diusahakan kesuburannya atau diperbaiki sedagai insentif untuk
meningkatkan produk pertanian, maka tanah yang diberikan dengan persyaratan
untuk ditanami dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Jika dibiarkan sebagai
insentif untuk meningkatkan produksi pertanian, maka tanah yang diberikan
dengan persyaratan untuk ditanami dibebaskan dari kewajiban membayar pajak,
jika dibiarkan mengaggur selama tiga tahun berturut-turut akan didenda dan
kemudian akan dialihkan kepemilikannya oleh imam.
c.
Pertimbangan kebutuhan
Dalam
pertimbangan kebutuhan, Abu Ubaid sangat menentang pendapat yang menyatakan
bahwa perbagian harta zakat harus dilakukan secar merata diantara delapan
kelompok penerimaan zakat dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi
terhadap bagian perorangan. Bagi Abu Ubaid, yang paling utama adalah memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar, seberapapun besarnya, serta bagaimana menyelamatkan
orang-orang dari bahaya kelaparan. Oleh
karena itu, pendapatan yang digunakan Abu Ubaid ini mengidentifikasikan adanya
tiga kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan setatus zakat, yaitu:
a. Kalangan kaya yang terkena wajib zakat
b. Kalangan menengah yang tidak terkena wajib
zakat, tetapi juga tidak berhak menerima zakat
c. Kalangan menerima zakat
d.
Fungsi Uang
Pada
prinsipnya, Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagai standar
nilai pertukaran (standard of exchange value) dan media pertukaran (medium of
exchange).
C. Karya Tulis Abu Ubaid
-
Al-Gharib
al-Mushannif atau Gharib al-Mushannif atau Al-Gharib al-Mu`allif
-
Gharib al-Hadits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar